13 March 2009

Belum Saatnya Pulang



Ada seorang Penginjil yang pergi menginjil ke Afrika. Istri dan anaknya mati di sana. Ketika ia pulang ke Amerika, pesawat yang ia tumpangi transit di suatu negara. Bertepatan dengan itu, naiklah rombongan tim olimpiade yang menang dan membawa pulang banyak medali.

Mereka sangat bersukacita dan merayakan kemenangan mereka di dalam pesawat tersebut. Sang penginjil hanya bisa menonton, "Oh, hebat sekali. Mereka ini adalah pahlawan-pahlawan. Mereka diperlakukan sangat istimewa."

Sewaktu mendarat dan akan turun di Los Angeles, sang penginjil memandang ke arah jendela pesawat dan melihat bentangan karpet merah. Ia melihat barisan marching band, sejumlah orang memainkan terompet, melakukan tari-tarian, memegang umbul-umbul selamat datang.

Sewaktu mereka turun, suasana diwarnai sorak-sorai, gegap gempita. Setiap anggota tim Olimpiade mendapat kalungan bunga serta ciuman manis. Luar biasa ! Penginjil ini merasa terharu, terpana serta kagum.

Setelah semua tim Olimpiade selesai turun, barulah sang Penginjil ini turun dari pesawat. Sewaktu ia turun, ia merasakan kesunyian yang sangat. Tidak ada seorang pun yang menyambutnya. Tidak Gembala Sidang, tidak Ketua Majelis dan tidak juga para jemaat. Sepertinya tidak ada yang mempedulikan dia.

Melihat kenyataan ini, sang Penginjil yang awalnya tak berniat melancarkan protes, akhirnya berkata seperti ini, "Kenapa saya ada dalam kondisi ini, Tuhan?"

Ia lalu menengadah langit dan berkata, "Tuhan, saya rasa ini semua tidak fair. Lihat tim Olimpiade tadi. Mereka memang pahlawan, mereka membawa medali dan mereka disambut meriah. Tapi istri dan anakku mati di ladang misi dan saya pulang tidak ada yang menjemput saya. Saya rasa ini tidak fair, Tuhan. Saya kan Warga Negara Amerika juga."

Tuhan pun berbisik langsung di telinganya, "AnakKu, mereka disambut karena mereka sudah pulang. Tapi kamu belum pulang anakKu. Kamu belum pulang, kamu hanya transit
di Amerika. Kamu akan pulang ke Sorga, di sana rumahmu. Dan waktu kamu pulang nanti, aku akan mengadakan penyambutan lebih dari seribu kali dari ini. Kamu tidak disambut di sini karena ini bukan rumahmu dan waktu kamu pulang, kamu pulang ke rumahmu. Istri dan anakmu bukan mati untuk orang Amerika. Mereka mati untuk KerajaanKu, anakKu. Waktu kamu pulang, seluruh malaikat akan menyambut kamu. Bahkan, istri dan anakmu akan berdiri dan mengalungkan bunga untuk kamu. Sekarang mereka sudah ada dengan aku."

25 February 2009

Kisah Seekor Burung Kecil


Burung kecil itu kini tengah bimbang. Separuh jiwanya ingin terus bersama teman baru yang baru saja ia temui. Namun, separuh jiwanya yang lain tak ingin demikian.

Bukannya ia tak mau membangun sarang bersamanya. Namun, sejauh ini mereka mengepakkan sayap bersama, mereka masih juga belum sepakat tentang suatu hal.

Burung kecil itu merasa sedih. Bila ia memilih menetap bersamanya, ia tidak bisa lagi bernyanyi. Padahal, ia terlahir sebagai burung penyanyi. Bila bahagia, ia pasti berdendang. Demikian pula bila ia tengah bersusah hati.

“Aku gak bisa,” ungkap sang burung kecil, sembari menitikkan air matanya. Namun, teman barunya itu ternyata tetap tak bergeming.

Burung kecil itu tahu kalau ia harus bergegas mengepakkan sayapnya, supaya menjauhi teman barunya tersebut. Tapi ia ternyata masih belum bisa melakukan hal itu.

Sudah lama ia tidak menemukan teman perjalanan yang menyenangkan seperti dirinya. Sebelumnya, justru ia yang memilih untuk tidak lagi mengepakkan sayap bersama teman-teman perjalanan yang pernah ia temui.

“Aku masih ingin terbang bebas,” begitu kilahnya, saat teman perjalanan pertamanya meminta burung kecil itu membangun sarang bersama.

Bukannya ia tak mau melakukan itu, hanya saja waktunya belum tepat. Ia masih terlalu muda karena baru mulai bisa mengepakkan sayapnya ke atas langit.

Bahkan, ketika teman perjalanan pertamanya memohon untuk terbang lagi bersamanya, burung kecil itu masih memberikan alasan yang sama.

Padahal, ia sebenarnya ingin sekali terbang lagi bersamanya, tapi burung kecil itu tak berani bicara terus terang, tentang bagaimana cara mereka kini harus terbang.

Burung kecil itu kembali terbang dan bertemu teman perjalanan yang lain. Sayangnya, teman-temannya banyak yang menentang karena dia berbeda jenis dari mereka.

“Kamu jangan lagi terbang bersamanya. Dia tipe burung pemangsa dan kamu bisa dipatuk olehnya,” itu nasehat yang ia peroleh dari salah satu teman, yang sudah ia anggap sebagai mamanya sendiri.

Meskipun merasa penasaran, namun, burung kecil mencoba menuruti nasehat mereka. Saat burung pemangsa itu mengajaknya terbang lagi, ia memberikan beribu alasan supaya mereka tidak lagi bersama. Nyatanya, teman itu benar. Burung pemangsa memang tak mungkin bisa bersama dengan burung kecil sepertinya.

Demikianlah burung kecil kembali melanjutkan kepak sayapnya dan akhirnya bertemu dengan teman barunya, seperti yang ada di awal tulisan ini.

19 January 2009

Dia Hanya Sejauh Doa



S'bab tangan Tuhan tak kurang panjang untuk menolong dan telinganya tak kurang panjang untuk mendengar. Ayat Alkitab inilah yang sepertinya ingin diungkapkan dalam lagu berjudul 'Dia Hanya Sejauh Doa'.

Yah, Tuhan itu memang hanya sejauh doa saja. Tapi sayangnya, sampai sekarang kita masih sering malas bertekun dalam doa. Gak usah jauh-jauh, terus-terang, belakangan ini, aku memang sedang kendor beribadah. Ditambah kondisi kakiku yang tengah digips membuat aku tidak bisa pergi ke gereja.

Gak tahu kenapa, dua hari yang lalu, aku mendapat bisikan aneh, yang gak usahlah aku jelaskan seperti apa. Bisikan itu begitu kuat, membuat aku langsung terbangun dan keheranan. *Kok bisa?*

Akhirnya aku berdoa dan bertanya, "Tuhan Yesus, kok bisa-bisanya bisikan ini muncul dalam mimpiku? Tuhan tolong berikan aku kekuatan." Setelah itu, aku kembali tertidur dan luar biasa, bisikan yang tadi itu kembali muncul, tapi dengan volume yang jauh lebih kecil sehingga tidak membuat aku kembali terusik. Aku menjadi tenang karena Tuhan telah menjagaiku malam itu.

Dorongan untuk berdoa kembali muncul tadi malam. Ini semua lantaran ribetnya persoalan yang tengah gue hadapi dengan si abang. Teman-teman yang tahu soal problem kami aja udah pusing duluan, apalagi gue yang harus menghadapi masalah-masalah tersebut. Gak tahunya, gue disuruh bawa itu dalam doa. Ajaib, hati gue mendadak tenang.

Sepertinya, gue memang harus sering-sering berdoa supaya iman gue tidak pernah luntur kepada DIA yang sudah mengorbankan nyawaNYA kepadaku. Ada amin kan?

18 January 2009

Sabtu Yang Indah

Berhubung abang harus liputan hari Sabtu (17/01) kemarin, jadinya, kami gak bisa terlalu intens ngobrol di telepon. Untungnya, datang obat mujarab yang ampuh mengurangi rasa kesepianku. Siapa lagi kalau bukan keluarga besarku di kantor.

Yah, siang menjelang sore, mami Agustin a.k.a tante Acep, Ii Hapsari yang mengaku imoet, Siti Asnah alias Mak Erot dan tak lupa Renty 'Doggy Mencong' datang bertandang ke rumahku. Sungguh kebahagiaan yang tak ternilai harganya.

Kami mengobrol banyak kala itu dan yang pastinya topik utama hari itu abang, abang dan abang, hehehe... Si 'Doggy Mencong' masih gak percaya aja tentang aku dan si abang, hehehe. Gue tambah ngakak denger pengakuan Mak Erot yang sempat ribut mencari tahu wujud asli si abang.

Duh, berkumpul bersama mereka membuat gue jadi pengen cepat-cepat lagi masuk kantor. Meskipun sebenarnya dalam hati kecil, gue masih enjoy istirahat di rumah, tapi mau gak mau, gue harus muncul hari Rabu (21/01) mendatang mengingat kondisi keuangan gue yang tak menentu sekarang, hehehe...

16 January 2009

Qui Veut de Moi? Personne


Baru aja ngelihat status di msn messenger-nya dia, lelaki Perancis yang gak usahlah disebutkan namanya. "Qui veut de moi? Personne", yang kira-kira artinya "Siapa yang mau sama saya? Tidak seorang pun"

Kalau boleh jujur, itu semua total kesalahan dia. Dua tahun lebih gue mencoba bersabar, tapi gue selalu merasa langkah kami jalan di tempat. Gue coba kasih solusi, yang menurut gue *cara benar seorang pria yang gentleman yang ingin serius dengan wanita yang ia cintai*, tapi dia menolak. Gak heran kalau lambat-laun gue jadi ilfil ke dia.

Waktu gue ceritain ke abang tentang alasan gue udah gak betah sama dia, konflik yang gak pernah ditemukan jalan keluarnya *keengganan dia datang ke Jakarta untuk menemui kedua orangtua gue (waktu itu papa masih hidup)*, abang malah balik bertanya, "Kenapa sih cowok itu kayak githu?"

Yang lalu biarlah berlalu, sekarang toh, gue udah menemukan seseorang yang mau datang ke rumah gue, menemui orangtua gue, hehehe...

14 January 2009

2 Korintus 6 : 14



Apa yang tengah gue jalani saat ini dengan Si Abang mengundang berbagai macam reaksi. Maklumlah, kami mempunyai perbedaan yang sangat prinsipal, keyakinan. Sampai-sampai, salah satu rekan guru mamaku tercinta mencoba menasehati. Aku rasa sih, ini semua lantaran curhat mama tentang borunya yang sedang bermain api.

Jadinya, begitu nyampe di rumah tadi sore, mama ngasih selembar kertas berisi satu ayat Alkitab, 2 Korintus 6 : 14. "Baca, dari ibu Dianne," begitu kata mama. Bukannya bergegas mengambil Alkitab, aku malah menjawab pendek, "Oh!" dan kemudian melanjutkan permainan di komputer.

Malam harinya, selagi asyik bercengkrama di telepon dengan Abang, mama datang menghampiriku di kamar. "Udah kau baca?," cecernya. "Oh itu, janganlah kamu menjadi pasangan yang tidak seimbang, sebab apakah persamaan antara yang gelap dan yang terang?," jawabku, santai.

Heran dengan jawabanku, mama berucap, "Kok tahu?"

Yah iyalah ma, secara aku nasehatin teman-temanku pake ayat itu, hehehe...

06 January 2009

Hanya Kamu Yang Bisa



Tanpa terasa kau curi hatiku
Dengan berbeda caramu menaklukan hati kecilku
Berjuta rayuan yang pernah ku rasa
Namun tak pernah tersentuh tak ada yang mengesankanku

Tapi semua berbeda
Saat kau ada disini
Mempesonakan aku selalu

Hanya kamu yang bisa
Membuat aku jadi tergila-gila
Membuat aku jatuh cinta
Karna tak ada yang lain sepertimu

Berkali ku mencoba
Berpaling dengan makhluk indah lainnya
Namun tak pernah ku rasakan
Bila seindah bercinta ku denganmu