28 September 2010

Toi et Moi (1)

Me : Ih, kamu kok malah fokusnya ke situ sih?
Him : Kamu lebih suka aku fokus kemana?
Me : Menurut kamu baiknya?
Him : Baiknya menurut kamu?
Me : Tank baja?
Him : Kenapa?
Me : Because it includes the word 'we'
Him : Oh I see. What's wrong about word 'we'?
Me : 'We' means 'you and I' or 'both of us'
Him : Very good explaination. Then I consider 'it' as my favourite word
Me : May I know which one it is?
Him : One day 'we' are going to buy a tank
Me : I will wait for that day. I promise!

25 September 2010

Ngegombal Yuk!

Sejak tahu situs www.anjinggombal.com, bawaan jadi pengen godain Abang mulu nih. Apalagi beliau itu orangnya cool banget, sehingga itu malah ngebuat gue makin menggila, hehehe...

Oh, well, here are several rayuan pulau kelapa yang gue anggap layak tayang, alias boleh dipraktekkan pada pasangan kamu. Tapi nggak jamin yah kalau nantinya dia malah muntah-muntah ngedengarnya :)

Orangtuamu sebenarnya telah menjodohkan kita, sayang mereka lupa memberitahumu

I'm an addict, will you be my heroine?

Aku mau deh jadi istri pendeta, kalau pendetanya kamu *karya sendiri, tercetus begitu saja, saat sesi mengobrol subuh dengannya beberapa hari yang lalu*

Can I get a picture of you? I wanna prove to my friends that angels do really exist!

- Are you religious?
- Yes, why?
- Good, because I'm the answers to your prayers!

You know, you look very hot. You must be the real reason for global warming!

My mind is a whole galery of you

Hey, how was heaven when you left it?

Aku nggak butuh mas kawin, yang Aku mau MAS KAWIN ama aku aja

You could be the father of our unborn children

I prefer Kayla, but I'll let you choose the name of our daughter later

01 July 2010

Penang-Hat Yai-Songkhla In A Glance

Berhubung waktunya mepet banget, bisa dibilang kalau perjalanan gue ke Penang, Hat Yai dan Songkhla jadi kurang begitu berkesan. Maklumlah, Senin pagi gue tiba di Penang dan Rabu paginya gue udah harus balik ke Medan. Jadinya yah pengalaman yang gue dapat seadanya. Cuma ngotor-ngotorin paspor aja ceritanya.

Hari pertama gue lalui di rumah sakit. Gak disangka, antrian dokter begitu lama, gara-gara ada kasus emergency. Jadinya kami baru keluar dari sana jam 6 sore. Nyampe di apartemen, aku, mama dan Deynes berleha-leha sebentar dan habis itu kami pergi ke Prangin Mall untuk memesan tiket minivan ke Hat Yai, Thailand keesokan harinya. Sore harinya, aku sudah sempat datang ke sana. Tapi gara-gara waktu itu gak megang uang cash, jadinya terpaksa balik lagi ke travel agent di sana.

Sepulang dari sana, kami bergegas ngambil bus no. 101 untuk pergi ke Pantai Batu Ferringhi. Kalau malam hari, daerah ini ramai karena pasar malam. Tak disangka, letaknya ternyata jauh banget. Kami tiba di sana sekitar pukul 22.30 dan jadi tak konsen berbelanja karena takut ketinggalan bus terakhir menuju apartemen tempat kami menginap.

Hari kedua, kami banyak menghabiskan waktu di jalan. Maklum, perjalanan dari Penang ke Hat Yai, Thailand itu menghabiskan waktu sekitar 4 jam. Meskipun sudah banyak banyak baca pengalaman orang di internet, nyatanya aku sempat kaget juga waktu diminta supir minivan untuk ngasih RM 2, saat menyerahkan paspor kami ke perbatasan Malaysia.

Kebetulan, hanya dua teman perjalanan kami kala itu. Dari penampilan mereka, jelas terlihat kalau pasangan suami-istri ini adalah bukan orang Malaysia. Wajah sang suami seperti orang India, sementara istrinya mengaku orang Indonesia asal Medan. Kami bertiga tak menemui kesulitan berarti saat akan meninggalkan Malaysia. Namun, tidak demikian dengan pasangan suami-istri itu. Entahlah, mungkin surat ijin kerja mereka bermasalah. Begitu naik lagi di van, sang suami mengeluh kepada sopir kami, ‘Banyak cakap kali orang Malaysia. Ditanya ‘Udah kerja?’ Yah kujawab, ‘Yah udahlah!’. Sepertinya imigran-imigran seperti mereka ini begitu direndahkan di negeri jiran tersebut.

Oh yah, hampir lupa, waktu masih di kawasan Malaysia, dua orang petugas polisi mendatangi minivan kami. Mereka meminta para penumpang untuk menunjukkan paspor. Pas kami ditanya mau ngapain di Malaysia, kami jawab aja mau holiday. Tapi mama juga menambahkan kalau adikku mau berobat juga. Dengar itu, si polisi langsung ngomong, ‘Kenapa baru holiday, ketika mau mati?’ Please deeeh…. Belakangan, si sopir ngasih tahu kalau ia dimintain uang 100 RM ama mereka. Hmmm, ternyata sama aja yah dimana-mana!



...to be continued...

14 May 2010

Choky Sitohang

Young, handsome, multi-talented and also having faith in GOD. We couldn’t ask for more than that. Well, this complete packet is belong to Choky Sitohang.

Pengalaman mewawancarai presenter yang tengah naik daun ini via telepon sekitar satu setengah tahun yang lalu itu benar-benar membuat saya semakin terkagum-kagum dengan sosok pria Batak yang satu ini. Habis bagaimana tidak, tutur katanya yang santun dan jauh dari kesan tinggi hati membuat sesi wawancara kala itu berjalan secara spontan dan mengalir begitu saja.

Kebanyakan isi wawancara kala itu untuk mengkonfirmasikan hasil wawancara yang pernah dilakukan tayangan ‘Cek & Ricek’ terhadap sulung dari tiga bersaudara itu. Namun, tentu saja, saya menyelipkan beberapa pertanyaan baru dari saya sendiri.
Terus terang, saya menangkap kesan kalau Choky menganggap keberhasilan yang ia raih saat ini tak lepas dari kebaikan TUHAN. Meskipun begitu, tidak ada sama sekali kesan sok suci dari ucapan-ucapannya tersebut.

Choky yang pernah main film itu mengaku selektif dalam memilih peran bila kembali ditawari berakting lagi. Semua ini terkait dengan masalah prinsip dan keyakinan. Secara terus-terang, pria 27 tahun ini menyebutkan bila ia enggan bermain film horor. Alasannya sederhana, ia tidak mau mempromosikan setan dan apapun itu namanya.
“Lebih baik saya menceritakan kebaikan TUHAN. Choky, begitu ia menyebut dirinya, tidak mau menjadi batu sandungan bagi orang lain. Apalagi, Choky juga aktif di pelayanan,” begitu ucapnya kala itu.

Soal rencananya ke depan, pria yang besar di Kota Kembang, Bandung ini menyerahkan sepenuhnya kepada Sang Pencipta, “Choky pasti pengen terus eksis, pengen terus berkarir. Dengan seijin Tuhan, saya ingin seperti senior-senior yang tetap eksis dan Choky juga ingin punya sekolah broadcasting. Pengen buat album sekuler, karena sayang kalau tidak dikembangkan.”




PS : Beberapa saat setelah wawancara tersebut, saya bertemu muka dengannya di suatu acara di Hotel Mulia. Saya kemudian memperkenalkan diri sekaligus menyebutkan nama media tempat saya bekerja ketika itu. Tak disangka, ia lalu memanggil Tony, manajernya dan memperkenalkan saya kepada dia. What a nice guy he is. Well, tentu saja saya tak melewatkan kesempatan itu untuk berfoto dengannya ;p

10 May 2010

Menikah di Perancis


Menikah di Perancis? Siapa takut! Sebelum mengundang fitnah macam-macam, mending gue jelasin dulu kalau ini semacam dibuang sayang, dari hasil bongkar-bongkar barang gak penting di kamar. Semoga info ini ngebantu kamu-kamu yang emang punya niat untuk jadi Madame de Monsieur something di Negeri Anggur tersebut.

Sebelum menikah, kita harus ngelapor dulu di Konsultat Indonesia di sono. Tapi tentu saja ke sananya, kita tidak datang dengan tangan kosong, melainkan membawa terjemahan resmi surat-surat dari Indonesia. Resmi atau tidaknya dilihat dari adanya stempel dan juga surat keterangan keabsahan yah.

Adapun berkas-berkas yang perlu disiapkan adalah sebagai berikut :
1. Surat belum pernah menikah atau sudah cerai dari Kelurahan setempat (Ini
sifatnya vice versa yah. Kita juga kudu punya surat keterangan yang sama
dari pemerintah Perancis kalau calon kita available. Kita nggak mau kan
malah gigit jari karena sang yayang masih berstatus sebagai laki orang di
sana)
2. Kartu keluarga
3. Akta lahir
4. Transkrip nilai dan ijazah

Gak usah khawatir, gue punya no. kontak penerjemah resmi yang ditunjuk oleh Kedubes Perancis. Namanya Subandi dan dia bisa dihubungi di (021) 866-02362. Waktu tahun 2008 lalu, biayanya Rp 70.000,- per lembar. Mungkin sudah berubah yah sekarang. Caranya cukup mudah. Kamu tinggal fax dokumen-dokumen yang mau diterjemahin dan jangan lupa menyertakan nama dan no. telepon yang bisa dihubungi.

Orang Perancis itu gak menganggap pernikahan secara agama itu perlu dilakukan. Yang penting menikah di Balai Kota a.k.a La Mairie untuk mensahkan pernikahan. Kenyataan ini emang kadang-kadang ngebikin kita keki. Perlu usaha keras untuk menjelaskan kepada calon kita kalau di Indonesia itu pernikahan tidak akan dianggap sah, kalau tidak dilakukan dalam upacara keagamaan tertentu. Lagipula kita gak mau kan kalau pernikahan kita ini tidak resmi di mata Sang Pencipta.

Bercermin pada pengalaman gue pribadi, perbedaan pandangan ini bakal mengundang debat kusir yang nggak akan ketemu titik temunya. Apalagi kalau keduanya nggak ada yang mau ngalah. Bukannya egois, tentunya mereka harus ngerti donk ama rule of Indonesian government ini. Masa sih mereka tega pernikahan kalian ini dianggap gak sah di Indonesia?

Me : Mais, on doit aussi faire le mariage a l’eglise!
Him : C’est inutile. On le fera juste a La Mairie. C’est ca!
Me : En Indonesie, le mariage est officiel si etre faire dans la
ceremonie d’une religion.
Him : Ton pays est bizarre! Il ne peut pas forcer quelqu’un a croire
quelque chose il ne crois jamais!

Lihat kan, betapa ngototnya kami berdua dengan prinsip masing-masing. Kalau kejadian yang sama kamu alami, yah kudu sabar dan butuh lebih ekstra keras lagi untuk meyakinkan si dia.

Balik lagi soal dokumen. Setelah semuanya beres dan pernikahan sudah dilangsungkan di Balai Kota, kita harus cepat-cepat mendaftarkan pernikahan ini pada pemerintah Indonesia. Kalau nggak salah, dikasih jeda waktu kurang-lebih satu tahun setelah pernikahan berlangsung. Tapi gue gak begitu yakin juga soal ini, karena gue hanya mengandalkan ingatan belaka. Tapi yang pasti setelah pernikahan di Balai Kota itu, kita diwajibkan untuk datang lagi ke Konsultat Indonesia untuk mendapatkan surat keterangan menikah di Perancis yang akan diserahkan ke Catatan Sipil di Indonesia. Voila!


PS : Sebenarnya info komplitnya pernah dikirimkan Monsieur CRPP itu ke gue, tapi filenya udah gak tahu lagi dimana dan lagian buanyak buanget, males nerjemahinnya, hehehe…

07 May 2010

Jangan Baca Ini Kalo Ngaku Romantis


Terus terang, sebelum ikut kursus, gue sama sekali buta soal lagu-lagu berbahasa Spanyol.

Perbendaharaan lagu yang gue punya paling cuma ’Yo Te Amo’-nya Chayenne, ‘La Copa De La Vida’ milik si ganteng -but too bad, gay- Ricky Martin, sebaris reff ‘Close To Heaven-‘ Color Me Badd serta duet maut pasutri Marc Anthony-Jennifer Lopes, ‘No Me Ames’. Itupun cuma ngarti dikit-dikit doank dan nggak ngebikin gue jadi tergila-gila en ngoyo cari lagu-lagu berbahasa Spanyol yang lain.

Semua kemudian berubah, waktu gue ikut lagi kursus tahun 2009 lalu di Aula Cervantes. Gue banyak dikenalkan dengan lagu-lagu lain yang kalau ditelaah arti dan maknanya, dalam banget.

Well, mungkin seperti yang pernah dijelaskan Professor Advent, orang Spanyol itu emang begitu mudah meluapkan perasaan mereka. Satu contoh yang pernah dia kasih, salah satu teman Spanyolnya pernah menyebutkan kalau ia mencintai pacarnya seperti senangnya ia kalau mencium segarnya bau roti yang baru saja keluar dari oven. Kalau secara logika Indonesia, pastilah kita tak bisa menangkap kadar cinta si orang Spanyol tersebut.

Luapan cinta lain yang mungkin unusual juga buat kita adalah cara orang-orang Perancis memanggil orang-orang tercinta mereka. Seorang professeur di CCF pernah menjelaskan kalau rasa sayang ditunjukkan penghuni Negeri Anggur ini melalui sesuatu yang kecil.

Contohnya gini, teman gue menyebut anak bayinya ‘Ma Puce’, yang kalau di-Indonesia-kan, artinya ‘Kutu-ku’. Ada juga yang menyebut ‘mon poulet – ayamku-’, ‘mon chat –kucingku-’ dan lain-lain. Pokoknya segala binatang, tanaman dan buah yang bentuknya kecil-kecil bisa mereka pakai untuk menyapa orang-orang tercinta. Bingung kan?

Back to topic yah. Beberapa hari terakhir ini, gue lagi senang-senangnya ngedengerin lagu-lagu berbahasa Spanyol. Entah itu lagunya Ricky Martin, Luis Fonsi dan juga penyanyi yang lainnya. Terus terang, lirik-lirik lagu mereka itu ‘BUKAN MAIN’, kalau minjam istilah Abang. Pengungkapan isi hati di dalam lagu-lagu tersebut memang begitu simple dan straight to the point, tapi kesederhanaannya itulah yang ngebuat lagu-lagu tersebut menjadi begitu romantis.

Here are several lyrics yang buat gue asli nyentuh banget.
1. Para Tu Amor – Juanes (one of Prof. Nyoman’s fav songs)

Para tu amor lo tengo todo (because of your love, I have everything)
Desde mi sangre hasta la esencia de mi ser (from my blood until the essence of my being)
Y para tu amor que es mi Tesoro (and because your love is my treasure)
Tengo mi vida toda entera a tus pies (I have all of my life on your feet)

Y tengo también (and I also have)
Un corazón que se muere por dar amor (a heart which eager to die for giving love)
Y que no conoce el fin (and it doesn’t know the end)
Un corazón que late por vos (a heart which beats for you)

Para tu amor no hay despedidas (because of your love, there’s no farewell)
Para tu amor yo solo tengo eternidad (because of your love, I only have the eternity)
Y para tu amor que me ilumina (because your love enlighten me)
Tengo una luna, un arco iris y un clavel (I now have moon, rainbow and carnation)

Por eso yo te quiero tanto que no sé como explicar (for that, I want you so bad and I don’t know how to explain)
Lo que siento (what I feel)
Yo te quiero porque tu dolor es mi dolor (I want you because your pain is also my pain)
Y no hay dudas (and there’s no doubts)
Yo te quiero con el alma y con el corazón (I want you with all of my soul and my heart)
Te venero (I worship you)
Hoy y siempre gracias yo te doy a ti mi amor (there’s always gracefulness for giving you my love)
Por existir (to exist)

2. Aquí Estoy Yo – Luis Fonsi (great song and very recommended!!)

Aquí estoy yo para hacerte reir una vez más (Here I am to make you smile once again)
Confia en mí, dejas tus miedos atrás y ya te veras (Trust me, leave all your fears behind and you will see)
Aquí estoy yo con un beso quemándome los labios (Here I am with the kiss which burn the lips)
Es para ti, puede tu vida cambiar, déjame entrar (Because of you, let your life change, let me to enter)
Le pido al sol que una estrella azul (I ask for a blue star to the sun)
Viaje hasta a ti y te enamore su luz (to reach you and make you fall in love with its light)

Aquí estoy yo, abriéndote mi corazón (Here I am, open my heart for you)
Llenando tu falta de amor, cerrándole el paso al dolor (to cover your faults of love and to close your way of pain)
No temas yo te cuidaré, sólo aceptame (Don’t worry, I will take care of you, just accept me)

Aquí estoy para darte mi fuerza y mi aliento (Here I am to give you my strength and my breath)
Y ayudarte a pintar mariposas en la oscuridad, serán de verdad (and to help you to paint butterflies at the darkness, to make it become real)
Quiero ser yo el que despierte en ti un nuevo sentimiento (I would like to grow a new emotion inside you)
Y te enseñe a creer y entregarte otra vez sin medir los abrazos quedes (and to teach you to believe and to give you another chance without thinking of the left embraces)

Le pido a Dios, un toque de inspiración (I ask GOD the touch of inspiration)
Para decir lo que tu esperas oir de mí (To say something you expect to hear from me)

Dame tus alas, las voy a curar (Give me your wings, I will cure them)
Y de mi mano te invito a volar (and with my hand, I invite you to fly)





…To be continued…

28 April 2010

Ketika Di Negeri Jiran

Mengunjungi Malaysia ketika suasana tengah memanas gara-gara isu ‘tari pendet’ di bulan September 2009 lalu, ternyata memberikan banyak pengalaman baru buat gue. Apalagi, sebelumnya, gue udah dapat banyak banget cerita soal perlakuan tak mengenakkan dari penduduk negara serumpun kita itu ke orang Indonesia. Tapi yah sutralah, kalau misalnya sampai kejadian ke gue, entar gue pura-pura ajah cuma ngarti bahasa Perancis, beres!!!

Saat tiba di imigrasi Malaysia, gue gak mendapat kesulitan berarti. Entah yah, mungkin karena penampilan gue saat itu bener-bener a la turis banget dengan tas ransel besar di punggung. Untung aja gue nggak ngikutin saran Nina untuk ngebeli dendeng babi waktu lagi ngaduk-ngaduk China Town Singapore, sehari sebelumnya. Soalnya, ternyata oh ternyata, daging babi -dalam bentuk apapun- sama sekali gak boleh masuk sana.

Pengalaman menyebalkan baru gue peroleh begitu tiba di Kuala Lumpur. Waktu itu, gue nyampe jam 5 subuh. Padahal monorail pertama baru datang jam 6. Kebetulan di sana, udah ada satu orang calon penumpang yang dari penampilannya sih, just an ordinary blue collar worker, alias buruh kasar githu. Dengan tampang menyelidik, dia mengamati gue dari atas ampe bawah. Pastinya gara-gara tas ransel besar yang ada di belakang punggung gue.

Him : Where are you come from?
Me : Indonesia!!!
Him : You orang Indon, kerja apa di sana?
Me : Sorry, I’m Indonesian, not Indon.
Him : Yah, tapi you orang Indon, kerja apa?
Me : Journalist, saya pernah interview Siti Nurhalize.

Habis itu gue ngeloyor pergi. Males deh ngeladenin orang picik kayak githu. Dalam hati geli juga. Soalnya gue tuh sama sekali belum pernah wawancara Siti. Cuma pernah ngeliat dia lewat doank, waktu lagi tampil di acara Launching Malaysian Tourism Year tahun 2007 lalu. Penjagaannya ketat banget. Maklumlah, doi kan istri Datuk K.

Sebenarnya, itu aja sih pengalaman menyebalkan selama gue di Kuala Lumpur. Rata-rata mereka malah senang yah kalau kita ajak ngomong pakai bahasa Indonesia. Seperti waktu gue lagi di atas monorail pagi itu. Teman ngobrol gue dua orang bapak-bapak yang welcome banget ngasih info soal how to go to Bukit Bintang. Maklumlah, gak kayak di Singapore, di sana sama sekali gak disediain MRT map yang makin ngebuat gue blank ketika itu. Pas tahu gue dari Jakarta, salah satu dari mereka langsung nyeletuk, ‘Wah, dia mah dari kota Metropolitan!’ Aduh, emang gue ada potongan seperti TKW yah, hehehe…

Gue sempat diskusi banyak juga lho ama orang-orang Paradiso Bed & Breakfast, hostel tempat gue nginap. Pak Cik Hazdy, sang owner dan juga Pak Cik Raden, yang ortunya ngungsi dari Yogya ke Malaysia beberapa puluh tahun silam jadi lawan diskusi yang asyik untuk ngebahas hubungan Indonesia dan Malaysia.

Semua berawal ketika gue ngeliat acara sinetron yang sedang diputar di TV. Gue spontan nanya apakah itu produksi Indonesia. Ternyata bukan. Yah udah, gue bilang aja gue pikir itu dari Indonesia karena TV berlangganan Astro TV kan banyak dibuatin sinetron ama Multivision. Gue aja pernah wawancara Restu Sinaga bulan Oktober 2006 lalu, waktu abang itu lagi syuting sinetron untuk Astro TV.

Ngobrol ngalur-ngidul, topik berlanjut ke Manohara Odelia Pinot. Gue pribadi gak suka ama dia. Mungkin karena dia tenar lebih karena blow up media akan her personal life yang terlalu didramatisir yah. Padahal kalau secara talent, belum begitu alias nggak nonjol-nonjol amat. Gue bilang aja alasan ketidaksukaan gue itu ke mereka dengan terus terang. Pak Cik Hazdy terus bilang kalau Ny. Daisy Fajarina, ibunya Manohara itu tidak berpikir secara long term. Padahal sebagai istri pangeran, tentunya kelak, Mano akan jadi permaisuri kalau Teuku Fakhry nanti naik tahta. Tapi yah sutralah, toh itu semua balik lagi ke Mano dan ibunya pribadi.

Soal tari Pendet, gue langsung bilang ke mereka bahwa itu sebenarnya kesalahan Discovery Channel yang dibayar pemerintah Malaysia untuk ngebuat iklan pariwisata mereka. Yah, namanya orang bule, mereka mana tahu lah kalau tari asal Pulau Dewata itu milik Indonesia. Jadinya asal dimasuk-masukin ajah ke iklan produksi mereka. Terus gue jabarin lagi soal masalah-masalah klaim-klaim budaya lainnya yang sempat buat panas orang Indonesia. Untung ajah, beberapa hari sebelumnya gue baca notes milik temennya mbakh Kiki soal penjelasan akan isu klaim-klaim yang disebut-sebut dilakukan ama orang Malaysia. Jadi gue gak terlalu keliatan oon lah waktu itu ;p

Topik menarik lain adalah soal perbedaan bahasa. Jadi ceritanya gue lagi sarapan sembari ditemanin Pak Cik Raden. Teman sekamar gue yang asal Iceland udah mau cabut dari sana. Dia surprise ngelihat kita berdua bercakap dalam bahasa Indonesia dan nanya, ‘Bahasa kalian sama yah?’ Kita berdua langsung jelasin aja soal banyaknya perbedaan yang terasa lucu bagi yang lain. Seperti kata ‘dukung’ yang dalam bahasa Indonesianya berarti ‘support’, sementara bagi orang Malaysia, kata itu artinya ‘menggendong’. Perkataan gue itu langsung dilanjutkan dengan Pak Cik Raden. Beliau menganggap lucu frase ‘sakit keras’ untuk merujuk ‘terribly ill’. ‘Keras’ itu kan artinya ‘hard’, tapi ‘hard’ nya di bagian yang mana, begitu ungkapnya, di sela tawa yang berderai. Sementara orang Malaysia sendiri menyebutnya ‘sakit payah’.


PS : I found it’s funny waktu petugas Airbus mau ngecek print booking-an tiket gue. ‘Pinjam sekejap,’ githu katanya. Hmmm, kalau di kita kan bilangnya ‘Pinjam sebentar.’ ;p